About Me

Cincin Jati S / 1065008 / TIF K
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

Minggu, 11 November 2012

LATAR BELAKANG INTEGRASI INTERKONEKSI


Sentral Keilmuan Integrasi Interkoneksi

Latar belakang Integrasi Interkoneksi

1. Dikotomi pendidikan agama dan sains
Sebuah kenyataan bahwa ada sebagian masyarakat, yang memahami secara kurang tepat hubungan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu pengetahuan, di mana dipahami seakan ada jarak di antara keduanya yang tidak bisa di satukan dalam metode tertentu. Selanjutnya dipahami bahwa Agama hanya mengurusi wilayah-wilayah ketuhanan, kenabian, aqidah, fikih, tafsir, hadis dan semisalnya, yang pada gilirannya ilmu pengetahuan diletakan dalam bangunan lain di luar bangunan ilmu-ilmu Agama. Kemudian dimasukan ke dalamnya misalnya ilmu biologi, fisika, matematika, kedokteran dan sejenisnya. Hal inipun berlanjut dengan didukung pula kebijakan pendidikan pemerintah yang dikotomik. Kenyataan di atas mengusik Amin Abdullah, untuk meluruskan, membenahi, mendobrak pemahaman diatas melalui buku Islamic Studies; Pendekatan Integratif-Interkonektif sebagai upaya dekonstruksi atau merombak ulang untuk kemudian ditata kembali frame berpikir masyarakat dalam melihat agama dalam relasinya dengan ilmu pengetahuan.

Ide dasarnya adalah, bahwa untuk memahami kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi dan dijalani manusia, setiap bangunan keilmuan apapun, baik Agama, sosial, humaniora, kealaman dan sebagainya, tidaklah dibenarkan bersikap single entity. Masing-masing harus saling bertegur sapa antara satu sama lain. Kerjasama, saling membutuhkan, saling koreksi dan saling keterhubungan antar disiplin keilmuan akan lebih dapat membantu manusia memahami kompleksitas kehidupan dan memecahkan persoalan yang dihadapinya.
Sebab, ketika bangunan-bangunan keilmuan itu saling membelakangi,tidak ada tegur sapa dan komunikasi maka hasilnya adalah kemunduran, akan tercipta misalnya seorang ilmuwan yang tak berakhlak dan merusak atau seorang Kyai yang tidak tahu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang akhirnya gampang dibodohi.
--> 
Jargon integratif-interkonektif memang cukup populer di dengar terutama bagi kalangan civitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ini tidak hanya sekedar jargon pasca peralihan IAIN menjadi UIN tetapi lebih dari itu menjadi core values dan paradigma yang akan dikembangkan UIN Sunan Kalijaga yang mengisyaratkan tidak ada lagi dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum. Gagasan integrasi- interkoneksi ini muncul dari mantan rektor UIN Sunan Kalijaga Amin Abdullah yang kemudian mengaplikasikannya dalam pengembangan IAIN menjadi UIN.
Gagasan keilmuan yang integratif dan interkonektif ini muncul dari sebuah “kegelisahan” Amin Abdullah terkait dengan tantangan perkembangan zaman yang sedemikian pesatnya yang dihadapi oleh umat Islam saat ini. Teknologi yang semakin canggih sehingga tidak ada lagi sekat-sekat antarbangsa dan budaya, persoalan migrasi, revolusi IPTEK, genetika, pendidikan, hubungan antaragama, gender, HAM dan lain sebagainya. Perkembangan zaman mau tidak mau menuntut perubahan dalam segala bidang tanpa terkecuali pendidikan keislaman, karena tanda adanya respon yang cepat melihat perkembangan yang ada maka kaum Muslimin akan semakin jauh tertinggal dan hanya akan menjadi penonton, konsumen bahkan korban di tengah ketatnya persaingan global. Menghadapi tantangan era globlalilasi ini, umat Islam tidak hanya sekedar butuh untuk survive tetapi bagaimana bisa menjadi garda depan perubahan. Hal ini kemudian dibutuhkan reorientasi pemikiran dalam pendidikan Islam dan rekonstruksi sistem kelembagaan. 
--> 
Jika selama ini terdapat sekat yang sangat tajam antara “ilmu” dan “agama” dimana keduanya seolah menjadi entitas yang berdiri sendiri dan tidak bisa dipertemukan, mempunyai wilayah sendiri baik dari segi objek- formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuwan hingga institusi penyelenggaranya. Tawaran paradigma integratif-interkoneksi berupaya mengurangi ketegangan-ketegangan tersebut tanpa meleburkan satu sama lain tetapi berusaha mendekatkan dan mengaitkannya sehingga menjadi “bertegur sapa” satu sama lain. 

2. Perilaku manusia tidak sebagaimana mestinya

Dunia saat ini sedang mengalami berbagai krisis, mulai dari krisis energi sampai krisis moral. Oleh banyak ahli, berbagai krisis yang melanda dunia ini ditengarai dikarenakan ummat manusia tidak berperilaku sebagaimana mestinya (benar dan baik). Kesalahan perilaku ummat manusia tersebut disinyalir oleh para ahli tersebut karena pola pendidikan yang dikembangkan saat ini kurang tepat.

3. Krisis Global

Saat ini juga marak dengan krisis global yang berdampak pada lingkungan dan energi dan bahkan moral. hal ini tentu patut di pikirkan bagaimana mengatasi ini semua agar tidak menjadi masalah yang berkepanjangan. dampak dari krisis global ini memang di sinyalir dari Dikotomi (pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum).

Mengatasi Krisis Global dengan Pendidikan terpadu

Solusi terhadap masalah dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum
telah banyak ditawarkan oleh beberapa ahli. Minimal ada tiga solusi terhadap masalah dikotomi tersebut, yaitu islamisasi sains, ilmuisasi islam, dan integrasi-interkoneksi.
Diharapkan dengan melakukan integrasi-interkoneksi ini krisis yang ada akan hilang ataupun berkurang.

Sumber :
  • Nurrochman M.KOM
  • M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Paradigma Integratif-Interkonektif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 92-93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar